Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) angkatan II adalah agenda belajar baru. Melalui program ini mahasiswa dapat merasakan belajar di perguruan tinggi lainnya selama satu semester.
Di Universitas Simalungun, sebanyak empat orang mahasiswa telah mengikuti program itu.
Dua diantaranya adalah Safti Witria mahasiswa bidang studi Bahasa Inggris yang mengikuti program PMM di Universitas Islam Makassar (UIM) .
Dan satu mahasiswa lainnya adalah Sandy Ramot Lumban Siantar yang melaksanakan PMM di Universitas Negeri Papua (UNIPA)
Tak pernah terbayang bagi mahasiswa Program Studi bahasa Inggris itu dapat menginjakkan kaki di kota Makasar dan papua.
Lewat kegiatan PMM mereka dapat mencicipi pengalaman berbeda dari kota asalnya, mulai dari budaya dan suku.
“Pengalaman yang didapatkan di kota orang itu sangat luar biasa karena disana belajar banyak hal dari budaya, agama, dan suku. Belajar menyesuaikan lingkungan,” ujar Safti, Senin (30/1/2023)
Tak hanya itu, sesuatu hal yang sangat luar biasa baginya yakni bisa mengenal orang banyak dan punya teman dari Sabang sampai Merauke.
Sejak di Makassar Safti juga merasakan culture shock, mulai dari bahasa, waktu dan juga makanan.
“Makanan disana identik dengan asam, setiap masuk kerumah makan pasti ada jeruk nipis nya dan juga masalah waktu, jam 6 disana Uda seperti jam 9 di WIB.” Balasnya ketika di wawancarai via WhatsApp
Sementara itu, Sandy Ramot Lumban Siantar program studi Bahasa Inggris yang ditempatkan di universitas Negeri Papua ( UNIPA) juga memberikan pengalaman berharga nya ketika mengikuti PMM.
” Sangat berharga pengalaman saya selama mengikuti program pertukaran mahasiswa merdeka ini, diantaranya saya belajar banyak hal tentang perbedaan. Saya belajar dengan orang-orang dari berbagai daerah, berbeda suku, agama, ras tetapi tetap dalam persatuan dan lebih lagi kami belajar cara menghargai dan menerima perbedaan.” ucapnya.
Lebih lanjut, Sandy menjelaskan beberapa Kendala yang ia alami ketika pertama kali sampai di tanah Papua.
” Kendala yang saya alami ketika pertama sampai di tanah Papua adalah curture shock karena Perbedaan watak dan iklim lingkungan,” katanya.
“Tetapi seiringnya berjalan waktu, saya jadi terbiasa dan bisa berbaur dengan mahasiswa disana dan sangat menyenangkan berteman dengan mahasiswa disana terlebih bukan hanya dari Papua, disana juga banyak ditemukan orang dari daerah lain di Indonesia. Dari Jawa, Sunda, bahkan ada yang dari Batak juga”. tutupnya.
Reporter: Putri Cindy