Bak Peperangan di Negara Merdeka, Kisah Tiomerli di Kampung Gurilla

Pemukiman di kampung Gurilla, di lahan sengketa antara masyarakat dengan PTPN III itu seperti baru saja terjadi peperangan. Ketika itu Siang amat panas, Kamis, (26/07) suasana mencekam, masyarakat sedang berjaga-jaga seperti akan adanya serangan susulan.

Sebagian rumah masih berdiri tegak, sebagian lagi telah roboh dan terbongkar. Di rumah cat kuning kusam berjarak 100 meter dari posko darurat, tempat Tiomerli Boru Sitinjak (54) sebagai ketua Futasi dan keluarganya terbaring.

Raut wajah wanita yang bekerja sebagai petani itu terlihat lelah. Mata sebelah kirinya bengkak, lebam memerah akibat terkena pukulan keras, sulit untuk dibuka. Di sisi kanannya, suaminya bermarga Sianipar duduk sambil mengingat-ingat bentrokan yang terjadi kemarin. Sesuatu hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya akan terjadi.

Rabu (25/02) Tiomerli bersama warga lainnya mencoba menghalang alat berat yang akan menghancurkan tanaman dan rumah mereka, rumah yang masih menolak tali asih. Rutinitas mereka sebagai petani telah terganti, sudah kurang lebih 4 bulan lamanya mereka berusaha mempertahankan yang disebut haknya.

Tiomerli menunjuk lahan jagung berusia 1 bulan yang diinjak-injak pihak keamanan PTPN III, tepat disebelah rumahnya, jagung yang ia harapkankan bisa menyambung hidup. Namun, belum sempat menyelamatkan tanaman jagung, usaha Tiomerli membela suaimnya yang di kroyok malah berbalas pukulan keras kearah mata sebelah kirinya ” Hidup rasanya ngak nyaman, setiap saat ketakutan,” ungkap Tiomerli sambil mengusap dadanya.

Tak pernah ia bayangkan, hujan tanah, batu, kayu mengalir deras dari arah yang diduga security PTPN III kearah masyarakat, ke rumah-rumah yang masih dijadikan tempat keluarga berlindung. Masyarakat dipukuli sampai terluka hingga tercatat 7 orang sudah melapor. “Kami berharap mau hidup, kami perjuangkan ini untuk hidup,” kata  Tiomerli sambil meneteskan air mata.

Sambil tesenggal-senggal dan meneteskan airmata, kata-kata securty PTPN III masih tergiang-ngiang betul dibenaknya. “Adukan kalian kami, tak mampan kami diadukan, akan kami hancurkan rumah kalian, akan kami hancurkan kalian semua, itulah selogan orang itu,” ujar tiomerli menirukan.

Tiomerli kecewa diperlakukan semena-mena sebagai warga negara Indonesia. Tak ada mediasi dari PTPN III, belum lagi Walikota & DPRD yang terkesan mengabaikan mereka, sama sekali tak memberikan solusi. 

Kedatangan mesin dengan tangan-tangan besi amunisi, ditambah kepungan ratusan pihak securty dan aparat, okupasi yang berlangsung 4 bulan terakhir telah memakan korban dan mengusik kenyamanan. ” Aku kira indonesia jalur hukum, ya jalur hukum lah, ngak pernah kami kira kekgini,” sambung suaminya bermarga Sianipar

“Malam pun ngak bisa tidur tenang, kek area peperanganlah ini, malam suara kendaraan orang itu dibuat kuat- kuat booommm bommmm, seru tiomerli menirukan.”

Reporter: Abed Nego Saragih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Hubungi Tim Samudera, agar segera meliput!
Halo sobat Samudera....