16 November selalu diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional atau International Day of Tolerance.
Secara umum toleransi adalah sebuah perilaku manusia untuk menghormati dan menghargai perbedaan yang ada. Baik itu antar individu maupun antar kelompok. Adanya sikap ini dalam diri seseorang bisa memberikan rasa damai, aman, tentram, nyaman.
Sikap toleransi sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya di Indonesia dengan ragam budaya dan perbedaan, termasuk kota pematang siantar.
Kota Siantar yang dikenal sebagai salah satu kota paling toleransi di Indonesia ternyata begitu indah. Karena, penduduknya yang terdiri dari beragam suku dan agama, dapat hidup berdampingan dengan harmonis sejak dulu.
Keanekaragaman beragama di Indonesia berjalan sangat baik di Siantar. Hal ini bisa dilihat dari keanekaragaman tempat beribadah yang ada.
Tidak ada satu aliran agama yang mencolok di kota ini atau bisa dikatakan bahwa tempat-tempat beribadah di kota ini sangat besar.
Namun, tahun 2017 Kota Pematang Siantar turun peringkat kedua, tahun 2018 turun menjadi peringkat ketiga, hingga Kemudian tahun 2021 (ekspos 2022), Kota Pematangsiatar yang penduduknya dihuni aneka ragam suku dan agama itu kembali tereliminasi dari daftar 10 kota paling toleran di Indonesia.
Sri Latersia Ginting mahasiswa Fakultas Hukum USI merasa bangga tinggal di Kota Siantar. Karena, tingginya toleransi di antar sesama ummat beragama, Siantar menurutnya memang pantas dujuluki kota toleransi
“Sebagai mahasiswa yang tinggal di kota Siantar saya tentu bangga dengan sebutan Siantar sebagai kota paling toleransi,” ungkap nya (17/11/2022).
Selaras dengan sri, juliana Damanik salah satu mahasiswa usi juga mengaku setuju bahwa Siantar termasuk kota toleransi
“Buktinya ada banyak tempat dimana disana terdapat 2 atau lebih rumah ibadah dengan kepercayaan ygberbeda,” jelasnya (17/11/22)
“Orang orang di siantar juga saling menghargai dan menghormati kepercayaan satu sama lain walaupun berbeda-beda, bahkan seringkali meskipun bukan keyakinannya orang di Siantar kerap ikut dalam memeriahkan hari besar keagamaan kepercayaan yang lain,” tambah juliani.
Tingginya toleransi warga kota Siantar dikatakan merambah juga ke lingkungan kampus USI tempatnya menuntut ilmu. Terbukti para mahasiswa yang terdiri dari beragam suku dan agama begitu kompak untuk saling berbaur di antara sesama.
“Aku banyak teman dari agama non Muslim, kami selalu berteman dengan baik. Tapi, aku juga selalu menghormatinya. Kalau hari Minggu, aku tentu tidak mengajak mereka karena beribadah di gereja,” ujar Sri Latersia Ginting.
Bukan hanya soal pergaulan di antara sesama beda agama, di lingkungan kampus USI ada beberapa kegiatan keagamaan yang malah menyertakan mahasiswa yang berbeda agama.
Ditegaskan lagi, agama bukan penghalang di lingkungan kampus USI untuk saling beteman di antar sesama mahasiswa.
“Perbedaan memang ada misalnya tentang saat jam beribadah, kalau teman beribah hari Minggu, tentu tidak diajak pergi ,jadi kita mengajak teman itu pada waktu yang tepat,” tutup sri mengakhiri.
Reporter: Leni Purba