
Toleransi bukan sekedar menerima perbedaan, namun juga tengang rasa
dan bergotong royong menciptakan kehidupan yang damai. Hal itu menjadi salah satu poin penting dalam diskusi yang digelar Mata Publik, bertajuk toleransi, Jumat (28/2/2025).
Kegiatan yang berlangsung di aula serbaguna Pemko Pematangsiantar itu menghadirkan anggota DPD RI asal Sumut, Penrad Siagian, akademisi Prof Hisarma Saragih dan aktivis perempuan, Azilah Maysarah Siregar.
Anggota DPD RI, Penrad Siagian menyampaikan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni berbagai suku, agama dan budaya yang beragam.
Karena itu sebutnya, toleransi di Indonesia mesti dijaga dengan mengedepankan persamaan hak seluruh anak bangsa.
“Perbedaan yang ada justru memperkaya Indonesia sebagai sebuah negara. Yang mesti dirawat, dijaga, semua orang punya kebebasan untuk memeluk keyakinan memiliki hak yang sama sesuai yang dijamin konstitusi. Jadi tidak ada bicara minoritas dan mayoritas dan negara harus berlaku adil pada semua warganya,” kata Penrad.
Penrad menyampaikan, tantangan merawat pluralisme tidak hanya datang dari isu agama dan perbedaan budaya.
Faktor ketidakadilan dan diskriminasi juga membuat sebuah kelompok masyarakat terpapar atau bersikap intoleran.
Penrad pun mengajak agar anak anak mau peduli terhadap bangsanya. Termasuk dalam merawat keberagaman.
“Karena itu saya senang melihat anak anak muda masih mau berbicara masalah bangsanya. Karena ke depan merekalah yang meneruskan kepemimpinan di Indonesia. Kita juga berharap pemerintah bersikap toleran kepada rakyatnya dengan menciptakan keadilan bagi semua orang,” tutur Penrad.
Toleransi di Siantar adalah warisan sejarah yang telah diajarkan sejak zaman kerajaan di Simalungun.
Prof Hisarma Saragih menyampaikan, Siantar pernah menyandang sebagai kota paling toleran di Indonesia.
Menurutnya, sejak dulu kota yang dihuni berbagi macam suku, agama dan kebudayaan berbeda-beda menjadi rumah yang aman bagi siapa saja.
“Masyarakat Siantar yang beragam sudah hidup berdampingan. Sejak zaman kerajaan Simalungun sikap toleransi sudah terpupuk diajarkan. Bahkan Siantar pernah meraih predikat pertama kota paling toleran di Indonesia,” kata Hisarma.
Hisarma menyebut toleransi menunjukkan kematangan berfikir dan menumbuhkan sikap empati kepada orang lain.
Menurutnya, untuk bersikap toleran dia mendorong anak anak muda untuk terus memperluas wawasan.
Hisarma juga meminta agar pemerintah menghadirkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Menurutnya, toleransi akan pupus bila negara gagal menciptakan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
“Karena toleransi juga ditentukan oleh pemerintahannya, bagaimana masyarakat toleran namun pemerintah tidak dapat mendatangkan keadilan sehingga ada masyarakat yang merasa didiskriminasi. Karena itu ini juga soal kepemimpinan, maka carilah pemimpin kedepan yang terbaik,” tuturnya.
Sementara itu aktivis perempuan Azilah menyampaikan toleransi bisa dimaknai dengan senang dengan adanya perbedaan dan merayakan perbedaan dengan turut melindunginya.
“Hal ini menggambarkan bagaimana kondisi masyarakat yang pluralis namun dapat hidup berdampingan dan akur,” kata Azilah.
Azilah pun sependapat bila ada beberapa hal yang membuat masyarakat menjadi intoleransi.
Salah satunya soal isu keagamaan dan juga problem negara yang melakukan
pembiaran dalam tindakan diskriminasi.
“Politisasi agama dan faktor ketidakadilan. Karena itu perlu pendidikan bagi anak anak muda untuk bisa terus merawat toleransi di Indonesia. Selamat merayakan keberagaman,” tutupnya