Field Trip Prodi Sejarah USI: Merajut Kebersamaan, Memperkokoh Soliditas, Menyibak Jejak Peradaban

Pematangsiantar-Samuderausi.
Field trip atau kunjungan lapangan ke lokasi bersejarah merupakan kegiatan pembelajaran di luar kelas yang dirancang untuk memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa tentang situs-situs bersejarah, artefak, dan lingkungan fisik yang memiliki nilai historis. Tujuannya, untuk memperkuat pemahaman teoretis yang telah dipelajari di kelas melalui observasi dan interaksi langsung dengan sumber-sumber sejarah di lapangan.

Pada field trip kali ini (11-14 November 2024) sebanyak 43 orang mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah FKIP-USI lintas semester, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman kontekstual dalam memahami sejarah dalam konteks geografis dan budaya yang lebih luas. Selain itu, terlatih untuk mengamati detail-detail penting dari situs sejarah dan mencatat informasi yang relevan; meningkatkan keterampilan analisis; menganalisis bagaimana elemen sejarah seperti bangunan, monumen, dan artefak mencerminkan kehidupan masyarakat pada masanya serta mendorong rasa hormat terhadap warisan budaya dan sejarah.

Field trip ini diberangkatkan Dekan, Dr. Rohdearni Wati Sipayung, Senin pagi (11/11/24) di halaman FKIP. Sebagai dosen pendamping langsung dipimpin Kaprodi Pendidikan Sejarah, Andres Ginting bersama dua orang dosen Pendidikan Sejarah lainnya, Jalatua Hasugian serta Ease Aren Manalu.

Dekan berharap, field trip kali ini bisa bemanfaat bagi pengembangan wawasan, pola pikir serta kerativitas mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah yang langsung melihat dan meneliti ragam objek peninggalan sejarah di berbagai tempat yang akan dikunjungi. “Semoga sepulang dari field trip ini, Prodi Sejarah bisa menghasilkan inovasi-inovasi baru, khususnya dalam memperkuat penelitian bidang kesejarahan, yang juga bisa diterbitkan ke jurnal-jurnal sebagai bagian dari pengembangan kerangka berfikir akademik,”ujarnya seraya meminta peserta senantiasa menjaga kekompakan dan nama baik USI di manapun berada.

Sejumlah lokasi sejarah yang dikunjungi antara lain: Kompleks Istana Lima Laras di Kabupaten Batubara yang dibangun tahun 1907; Candi Portibi di Kabupaten Padang Lawas yang diperkirakan sudah dibangun sejak abad 11 yang dilengkapi Museum Arca. Lokasi lainnya adalah Kompleks Cagar Budaya Makam Mahligai yang berisi ratusan makan kuno, Makam Papan Tinggi 1.000 Tangga yang merupakan makam Syekh Mahmud Al-Mutahzam yang datang dari negeri Yaman ke Barus untuk menyiarkan Islam di Barus, Tapanuli Tengah.

Semuanya merupakan bukti sejarah masuknya peradaban Islam ke Nusantara sekitar abad 7 Masehai lalu. Mengenang masuknya peradaban asal Timur Tengah tersebut, di bibir Pantai Barus, dibangun sebuah Monumen Titik Nol Peradaban Islam Nusantara, diresmikan Presiden Ke 7 Republik Indonesia, Joko Widodo pada 24 Maret 2017 lalu yang juga turut dikunjungi rombongan ini.

Lewat observasi lapangan, mahasiswa terbantu untuk menghargai pentingnya pelestarian situs bersejarah. Oleh karena itu kegiatan selama field trip merupakan bagian dari orientasi lokasi, observasi dan dokumentasi, sekaligus mengamati elemen-elemen penting seperti arsitektur, prasasti, atau artefak serta mendokumentasikan temuan melalui catatan, foto, atau pun bentuk video. Selain itu, diharapkan adanya diskusi di lapangan sebagai diskusi kelompok atau tanya jawab dengan pemandu atau narasumber sekaligus refleksi tentang relevansi sejarah lokasi dengan materi kuliah.

Tak melulu observasi tentang peradaban sejarah, mahasiswa juga melakukan aneka kegiatan game, hiburan, serta malam api unggun sebagai bagian dari reflesi dalam rangka merajut kebersamaan serta memperkokoh soliditas yang digelar di lokasi wisata Pantai Indah Sibintang (PIS) Barus.

Kegiatan field trip berakhir dengan mengunjungi Wisata Rohani Salib Kasih di Kota Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara. Lokasi wisata bersejarah ini dipandang penting dikunjungi agar mahasiswa juga memahami sejarah masuk dan berkembangnya agama Kristen ke wilayah Tanah Batak hingga ke Sumatera Utara lainnya yang dibawa Misionaris asal Jerman, Pendeta. Dr. I.L. Nommensen sekitar tahun 1863 lalu.

Pada akhir field trip mahasiswa diharuskan membuat tulisan tentang laporan kunjungan lapangan dalam bentuk esai atau presentasi berdasarkan pengamatan dan penelitian lapangan. Dengan demikian, field trip ini menjadi salah satu pendekatan pembelajaran yang efektif karena menggabungkan teori, pengalaman langsung, dan refleksi kritis, sehingga memperkaya pemahaman mahasiswa tentang kesejarahan. (jalatua)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Hubungi Tim Samudera, agar segera meliput!
Halo sobat Samudera....