Politik Belah Bambu, Ini kata Dosen Fakultas Hukum USI Johan Silalahi

Sumber Gambar : Voa majalah

Politik “belah bambu” menjadi topik perbincangan di Indonesia.  Praktik yang telah berakar sejak masa penjajahan ini, tampaknya terus bertahan hingga era kontemporer, menunjukkan betapa mendalamnya strategi ini dalam dinamika politik bangsa.

Johan Silalahi, yaitu salah satu dosen Fakultas Hukum USI menjelaskan bahwa politik belah bambu adalah sebuah strategi yang menggambarkan bagaimana kekuasaan bertahan dengan cara mengangkat satu pihak setinggi-tingginya, sementara pihak lainnya diinjak serendah-rendahnya.

“Secara ilmiah, politik belah bambu adalah praktik memecah suatu kubu dalam perebutan kekuasaan, di mana satu kubu diangkat setinggi-tingginya, sementara kubu lainnya ditekan serendah-rendahnya,” jelas Johan (Rabu,28/08/2024)

Selain itu Johan juga menjelaskan bahwa praktik belah bambu ini  bukanlah fenomena baru.

Sejak masa penjajahan Belanda dan Jepang, politik belah bambu telah menjadi alat yang efektif untuk mempertahankan kekuasaan hingga berlanjut ke masa Orde Baru, strategi ini diterapkan dengan lebih sistematis seperti dalam upaya Soeharto memfusi berbagai partai politik menjadi tiga partai utama, Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Fusi ini merupakan salah satu bentuk nyata dari bagaimana kekuatan politik diarahkan dan dikendalikan demi stabilitas kekuasaan.

Namun, menurut Johan, praktik politik belah bambu tidak berhenti di masa lalu. Di era digital yang serba canggih ini, politik belah bambu masih dijalankan dengan dalih demokrasi dan prosedur yang seolah-olah mengakomodasi aspirasi masyarakat.

“Atas nama Demokrasi, kita berada dalam situasi seolah olah semuanya sudah sesuai prosedur dan aspirasi masyarakat sudah diakomodir, ” ujarnya.

Sebagai contoh kontemporer, Johan menyoroti pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan sebagai cerminan dari politik belah bambu masa kini.

Ia mengkritik bagaimana oligarki bekerja sama dengan penguasa untuk menguasai sektor kesehatan, menjadikannya sebagai lahan investasi dengan alasan peningkatan mutu pelayanan.

“Oligarki berkolaborasi dengan penguasa untuk menggarap sektor kesehatan, menjadikannya sebagai lahan investasi dengan dalih peningkatan mutu pelayanan, namun pada kenyataannya, rakyat dipaksa menerima produk yang belum tentu demi kepentingan mereka,” jelas Johan.

Ketika diminta menjelaskan lebih lanjut tentang letak politik belah bambu dalam kasus tersebut, Johan mengatakan bahwa oligarki, yang telah sepakat dengan penguasa, mengangkat pengusaha kesehatan setinggi-tingginya, sementara rakyat dipaksa menerima produk kesehatan tersebut. Itu adalah contoh kecil dari politik belah bambu jelasnya.

Menanggapi pertanyaan mengenai cara mengatasi politik belah bambu, Johan menyatakan kekhawatirannya.


“Melihat situasi bangsa saat ini, saya rasa sangat penting untuk memperkuat ideologi kebangsaan dan keumatan. Nasionalisme dan persaudaraan sesama warga negara perlu ditanamkan dan diperkuat, baik secara individu maupun kelembagaan. Semua komponen bangsa harus berperan sebagai penghubung dari seluruh elemen di negeri ini untuk menutup celah masuknya politik belah bambu,” ujar Johan.

Melalui analisis Johan Silalahi, kita diajak untuk merenungkan bagaimana politik belah bambu terus menjadi alat kekuasaan yang efektif di Indonesia.

Penting bagi masyarakat dan seluruh komponen bangsa untuk sadar dan waspada terhadap strategi ini, serta terus berupaya memperkuat ikatan kebangsaan demi menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa.

Reporter : Mai & Nur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Hubungi Tim Samudera, agar segera meliput!
Halo sobat Samudera....