Isu boikot produk yang terafiliasi dengan Zionis (Israel) mendapat beragam tanggapan, ada yang setuju ada pula yang kurang setuju. Sehingga disini ada beberapa mahasiswa memberikan pandangan yang berbeda mengenai dampak dan pentingnya aksi boikot ini.
Dwi Intan, seorang mahasiswi Universitas Simalungun (USI) berusia 20 tahun, menyatakan dukungannya terhadap aksi boikot tersebut. Menurutnya, aksi boikot adalah bentuk solidaritas terhadap warga Palestina yang mengalami penindasan dari bangsa Israel.
“Saya fine-fine saja, karena dengan aksi ini kita bisa mendukung warga Palestina yang disiksa oleh bangsa Israel,” ujar Dwi Intan, jumat 7/06/2024.
Ia meyakini bahwa tindakan
boikot ini adalah langkah nyata untuk menunjukkan empati dan dukungan kepada mereka yang tertindas.
Senada dengan Dwi, Dhini Aulia, juga mahasiswi USI berusia 20 tahun, turut mendukung aksi boikot ini. Melihat penderitaan yang dialami warga Palestina membuatnya merasa prihatin dan tergerak untuk ikut serta dalam aksi ini.
Dhini berpendapat bahwa tidak ikut serta dalam boikot sama saja dengan mendukung penindasan yang terjadi.
“Memboikot produk yang terafiliasi dukung Israel ini sangat penting, karena saya pribadi mempunyai rasa belas kasihan terhadap saudara-saudara saya yang berada di Palestina. Kalau saya tidak ikut dalam aksi boikot, maka sama saja dengan saya membunuh secara tidak langsung saudara-saudara saya yang berada di Palestina,” ungkap Dhini.
Namun di sisi lain, Altur, seorang mahasiswa yang tidak setuju dengan aksi boikot tersebut, Ia mengemukakan alasan-alasan yang lebih pragmatis. Menurutnya, aksi boikot ini bisa berdampak negatif terhadap perekonomian dan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia.
“Saya tidak setuju dan tidak membenarkan aksi ini karena beberapa unjuk rasa sungguh mengganggu jalur kendaraan dengan hiruk pikuk lalu lintas yang padat. Kita boleh memberikan pendapat dengan turun ke jalan, tetapi jangan sampai mengganggu usaha orang lain dan mengganggu ketenangan orang lain. Apakah yang demo tidak memikirkan karyawan yang lain? Dan setelah terjadi pemboikotan barang, apakah sudah ada pengganti barang kebutuhan? Kita juga harus memikirkan yang hal lainnya.” jelas Altur.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Evi, seorang wanita berusia 18 tahun. Dimana ia khawatir bahwa boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel bisa meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia.
“Menurutku, kalau ada aksi boikot ini pasti berdampak juga pada Indonesia, seperti karyawan yang bekerja untuk perusahaan yang terafiliasi dukung Israel. Takutnya mereka tidak ada pekerjaan, padahal seperti yang kita tahu, tingkat pengangguran di Indonesia sudah tinggi. Nah, kalau seperti itu takutnya lebih meningkat lagi,” jelas Evi.
Reporter : Nur