Perlunya Menjaga Kesehatan Mental di Era Digital Menurut Berbagai Generasi

Sumber Gambar: Pixabay

Kesehatan mental di era digital semakin menjadi sorotan, terutama bagi Generasi Z yang terus terhubung dengan teknologi. Fenomena kecanduan media sosial, cyberbullying, dan gangguan tidur mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan antara teknologi dan kesehatan mental.

Dilansir dari laman sehat negeriku. Kemenkes, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Menurut data UNICEF tahun 2020, angka kekerasan di kalangan pelajar mencapai 41% dan kasus cyber bullying mencapai 45%. Angka ini mungkin lebih tinggi secara nyata karena tidak semua korban atau saksi berani melaporkan atau bicara terbuka tentang hal ini.

Seperti salah satu psikolog mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap dampak negatif kemajuan teknologi dan cyberbullying pada kesehatan mental gen Z yang dikenal sebagai generasi yang sangat terhubung dengan teknologi digital dari usia dini.

Menurut salah satu psikolog yakni Dr. Sarah Ramdeen, seorang psikolog klinis, penggunaan media sosial yang berlebihan dan terpapar konten negatif online dapat meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan masalah kesehatan mental lainnya pada generasi Z. “Mereka sangat rentan terhadap tekanan sosial dan perbandingan diri yang tidak sehat di media sosial,” ujar psikolog tersebut.

Dia menekankan bahwa pentingnya pembatasan penggunaan teknologi ini, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak, serta perlunya kesadaran dari orang tua untuk memantau dan mengarahkan anak-anak agar terhindar dari dampak buruknya.

Nada Utari(26) juga mengatakan betapa pentingnya kesadaran akan kesehatan mental di era digital ini, “Sangat penting, karna kalau mental terganggu juga bakal mempengaruhi aktivitas kita sehari-hari,” sebut salah satu generasi awal Z tersebut.

Generasi Z (Gen Z), merupakan generasi yang lahir pada perkembangan teknologi dan mempunyai ketergantungan besar terhadap teknologi, generasi ini lahir antara tahun 1997 sampai 2010.

Ade Nurul Elisyah yang juga bagian dari Gen Z memberikan pandangannya terhadap pentingnya menjaga kesehatan mental, “Penting sekali, karena kalau kita tidak menjaga kesehatan mental kita, akan banyak hal yang terjadi di tubuh kita, seperti gangguan jiwa, kurang nya asupan yang masuk dalam tubuh dan lain sebagainya,” jelas mahasiswa manajemen itu.

Perkembangan di dalam era digital ini sangat berdampak bagi kehidupan manusia dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya baik dalam pekerjaan, pendidikan, dan lain sebagainya. Dampak dari teknologi sendiri dapat berakibat besar bagi penggunanya, terutama dari sisi psikologisnya.

Ade (20) juga mengatakan bahwa pembatasan waktu di media sosial merupakan langkah penting untuk melindungi kesehatan mental. Ia menyarankan penggunaan teknologi untuk pembelajaran yang efektif dan beragam, sehingga memberikan dampak positif bagi Generasi Z.

Seperti halnya dalam penggunaan gadget untuk media sosial. Pada dasarnya tujuan awal media sosial tersebut yakni untuk menambah relasi ataupun pertemanan, menjalin komunikasi jarak jauh, dan dapat dengan cepat mengetahui berita dari berbagai kalangan.

Namun penggunaan yang secara berlebihan tanpa ada batasan waktu, tentu dapat menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan mental seperti gangguan tidur, stres, cemas yang berlebih, depresi, dan sering merasa kurang percaya diri (insecure).

Pentingnya peran orang tua dan pendidik juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Mereka perlu terlibat aktif dalam mendampingi anak-anak dan remaja dalam mengelola penggunaan teknologi. Selain itu, menciptakan lingkungan yang terbuka untuk berbicara tentang masalah kesehatan mental dan teknologi akan membantu mengurangi stigma dan meningkatkan pemahaman bersama. Dorongan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan antar-generasi juga dapat menjadi solusi yang efektif dalam mengatasi tantangan ini.

Pada diskusi bersama R. Saragih, selaku orang tua menekankan betapa pentingnya peran keluarga, terutama orang tua, dalam membentuk kekuatan mental anak di era digital saat ini.

“Dalam kekuatan mental setiap individu pastinya berbeda beda sehingga sebaiknya dalam pendidikan mental diperlukan yang namanya peran keluarga terutama orang tua agar memberikan didikan yang membentuk mental sang anak,“ ungkap ibu tiga anak tersebut.

Dalam menghadapi dampak negatif perkembangan teknologi terhadap kesehatan mental, R. Saragih menegaskan pentingnya membatasi penggunaan teknologi tersebut. “Saat ini, hampir semua orang menggunakan smartphone (android) dan terhubung dengan media sosial. Kita tidak bisa menghindar dari perkembangan ini, namun kita dapat membatasi penggunaannya,” ujar ibu Saragih.

Br Saragih menyoroti bagaimana kemajuan teknologi, terutama penggunaan android dan media sosial, dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental jika tidak diatur dengan baik.

Menurut Br Saragih, membatasi penggunaan media sosial juga sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. “Sebagai pengguna media sosial, kita perlu disiplin dalam membatasi diri. Hal ini juga menjadi tanggung jawab orang tua untuk lebih memperhatikan anak-anak agar tidak terpengaruh oleh dampak buruk dari penggunaan teknologi,” tambah Saragih.

Banyak nya konten yang begitu menarik dalam media sosial membuat para penggunanya kecanduan dan hingga sampai lupa waktu dikarenakan terlalu asik dengan dunia maya tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya.

Akibat kecanduan tersebut seringkali pengguna gadget tersebut mengorbankan jam tidur nya di malam hari, sehingga hal tersebut dapat mengurangi produktivitas dan konsentrasi pada siang hari nya.

Hal tersebut terjadi akibat tidak adanya pengontrolan diri dalam menggunakan gadget dan kurang ada nya pengawasan dalam penggunaan gadget terutama terhadap anak anak sampai usia remaja.

Ketika orang kecanduan berlebih terhadap media sosial (medsos), apabila dia tidak dapat mengakses nya maka dapat memicu stres dan bingung dalam mengatasi hal tersebut.

Br Saragih juga menekankan pentingnya pembatasan penggunaan teknologi ini, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak, serta perlunya kesadaran dari orang tua untuk memantau dan mengarahkan anak-anak agar terhindar dari dampak buruknya.

Dalam menghadapi tantangan kesehatan mental di era digital, pendekatan holistik sangat diperlukan. Selain dari upaya individu dan keluarga untuk mengontrol penggunaan teknologi, pemerintah dan lembaga terkait juga memiliki peran penting. Langkah preventif, seperti penyuluhan dan edukasi tentang penggunaan yang sehat dan aman teknologi digital, perlu ditingkatkan di lingkungan sekolah maupun masyarakat secara luas. Program-program ini dapat membantu meningkatkan kesadaran akan bahaya cyberbullying, kecanduan media sosial, dan dampak negatif lainnya terhadap kesehatan mental.

Seperti salah satu fenomena yang marak saat ini yaitu cyberbullying yang terjadi di berbagai platform aplikasi.

Cyberbullying (perundungan dunia maya) ialah bullying/perundungan dengan menggunakan teknologi digital yang dalam bentuk intimidasi atau hinaan bahkan pelecehan yang dilontarkan atau disampaikan melalui media sosial yang bisa jadi mengakibatkan kerusakan mental.

Contoh cyberbullying yang sering terjadi yaitu memberikan penghinaan, atau intimidasi terhadap korban yakni melalui komentar-komentar negatif di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lainnya. Dengan serangan komentar komentar yang bentuk intimidasi tersebut bisa saja itu menyebabkan strees ataupun depresi terhadap si korban. Terutama terhadap anak anak yang belum bisa menetralisir pikiran dan emosi nya.

Sehingga diharapkan dalam pemberian komentar di media sosial itu lebih cerdas dan tanpa ada nya unsur intimidasi.

Selanjutnya penyebaran konten pribadi tanpa izin yakni dengan si pelaku menyebarkan foto, video, atau informasi pribadi korban tanpa sepengetahuan dan persetujuan korban. Sehingga ini bisa jadi membuat si korban merasa malu, tertekan, hingga trauma akibat foto, vidio atau informasi pribadi nya yang sangat dirahasiakan tersebar.

Selanjutnya yaitu dengan menggunakan akun palsu untuk menyerang dan mengintimidasi, atau memfitnah korban dengan membuat konten palsu dan manipulatif yang bertujuan untuk merusak nama dan reputasi si korban. Dengan membuat akun palsu maka si pelaku akan sulit dilacak dan hal tersebut membuat korban merasa tidak aman dan terancam.

Ancaman dan pemerasan online
Pelaku mengancam atau memeras korban dengan maksud tertentu, misalnya memaksa korban melakukan sesuatu atau memberikan informasi pribadi.

Jika sudah terjadi dampak negatif, sejatinya keberadaan teknologi tidak bisa disalahkan. Seharusnya peran orang terdekat lah menjadi unsur penting dalam memantau kesehatan mental.

“Teknologi tidak dapat disalahkan, teknologi itu kan sangat membantu, baik dalam berbisnis dan lain lain. Tetapi banyak yang menyalahgunakan.
Jadi dihimbaukan kepada orang tua agar mengingatkan anak supaya mengambil hal yang penting saja,” tanggapan RM salah seorang tenaga pendidik mengenai dampak dari teknologi untuk kesehatan mental (30/04/2024).

Nada menghimbau para generasi Z untuk jangan menelan opini bulat-bulat juga tidak terlalu mengikuti arus di sosial media, dan harus memperhatikan lingkungan sekitar.

Secara keseluruhan, menjaga kesehatan mental di era digital adalah tantangan yang kompleks tetapi bisa diatasi dengan pendekatan yang tepat dan kolaboratif dari berbagai pihak. Dengan kesadaran akan risiko dan upaya bersama dalam mengedukasi serta memberikan dukungan, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berdaya bagi generasi muda dalam menghadapi era digital yang terus berkembang.

Reporter: Naiya Dita Natasyah, Nur Taulina Limbong, Ris Rodearni Sigiro

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Hubungi Tim Samudera, agar segera meliput!
Halo sobat Samudera....