Menjelang adanya pemilu pada 14/02/2024, para caleg melakukan kampanye di daerahnya masing-masing. Seperti halnya tahun ini, si calon memberikan serangan fajar kepada si pemilih baik dalam bentuk sembako maupun kegiatan lainnya.
Terkait dengan hal itu, demokrasi di negeri ini sedang dipertanyakan. Bunga Intan Sinaga, SH. MH., menyatakan bahwa dirinya menganggap demokrasi di Indonesia belum terlaksana.
“Kalau di negara demokrasi ya seharusnya tidak ada serangan fajar, makanya di Indonesia belum terlaksana demokrasi, ” tegasnya. (07/02/2024)
Perihal tentang serangan fajar ini, ia berpendapat jika tindakan tersebut masih dalam kategori demokrasi.
“Demokrasi tapi tidak 100%, karna memang ada yang kita katakan tadi ada serangan fajar, hanya saja serangan fajar itu tidak semua memberikan, dikatakan tadi di kami tidak ada serangan fajar hanya saja itulah kata pengurus kami, yah ngapain orang lain kita pilih, udalah kita aja yang dipilih,” ujarnya.
Lain halnya dengan Dr. Riduan Manik, SH. MH., yang menyampaikan jika demokrasi di Indonesia sudah terjalankan.
“Demokrasi ya sudah berjalan cuma demokrasi itu sejalan dengan kemajuan bangsa itu karena dia bukan stagnan demokrasi, tapi ada patronnya. Patronnya apa? Kalau dia itu emang benar-benar orang yang berdemokrasi, setelah dia duduk produknya harus semua ke masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi dan kelompok, baru berkeadilan sosial dan berketuhanan,” jelasnya. (07/02/2024)
Sementara itu, dirinya juga menegaskan perihal UU 1945 yang tidak ada menentukan bentuk-bentuk demokrasi.
“Yang penting bahwa hasil pemilu siapapun dia nanti yang menjadi pengusaha, dia harus berpedoman bahwa segala tindakannya harus untuk kesejahteraan masyarakat dan juga berkeadilan sosial dan yang paling utama berketuhanan itu,” lanjutnya tanpa henti.
Mengenai serangan fajar kepada masyarakat, Riduan Manik mengemukakan bahwa hal tersebut melanggar demokrasi jika ada aturan yang berlaku.
“Kalau ada konstitusi, UU, atau pada regulasinya ya gak boleh, tapi kalo itu dilakukan itu kan ada kewenangannya dari Bawaslu, dari KPU. Jadi jangan kita judge ini sudah melanggar, tapi ya penyelenggaranya kan ada KPU, DKPP, Bawaslu, ” katanya.
Tak berhenti sampai disitu saja, ia menghimbau kepada siapapun agar tidak asal menilai pelanggaran di dalam kampanye.
“Ha jadi jangan kita bilang itu melanggar sedangkan penyelenggara tidak menyatakan itu pelanggaran. Karena regulasinya saya tahu, penyelenggara itu bertindak secara profesional, tertib hukum, akuntabel yang bisa di uji kerjanya, profesional berarti dia tidak memikirkan siapa-siapa,” ungkapnya tanpa sungkan.
Reporter : Sri Sitepu & Indri Ranita