Sekolah dan Tiga Teman Kami Telah Tiada: Banjir Bandang Menjelang Natal di Humbahas

SDN 173355 rusak berat di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Simalungun, Selasa (5/12/2023). Abed Nego Saragih

Suara deru alat berat masih meraung-raung di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sabtu, (9/12/2023).

Sepanjang mata memandang material longsor masih menimbun sebagian bangunan.

Aril Aritonang (28), guru SDN 173355, memanjatkan doa, menantikan 3 anak didiknya dan 7 korban lain yang hilang setelah banjir bandang dan tanah longsor menimpa desa pada Jumat, (1/12/2023) malam, lalu.

“Kalian di mana, Nak. Kami menunggu dan merindukan kalian, tunjukkanlah dirimu,” kata Aril Aritonang.

Aril Ingat betul tiga sosok siswanya itu. Namanya Tristan kelas 1, lalu kakak-beradik Juni Silaban kelas 5 dan Aldino Silaban kelas 1.

Ketiga anak itu termasuk di antara 10 korban yang masih dinyatakan hilang hingga Sabtu (9/12/2023).

Sementara 2 korban lain ditemukan meninggal dunia.

Tim pencari dan pertolongan (SAR) memindahkan tumpukan batu untuk mencari korban banjir bandang di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Selasa (5/12/2023). Abed Nego Saragih

Sudah lebih dari seminggu setelah bencana terjadi, suasana desa terasa masih mencekam. Tangisan ibu mencari anaknya yang hilang mewarnai proses pencarian. Termasuk teman-teman Tristan, Juni dan Aldino, mereka mempertanyakan di mana keberadaan 3 temannya itu.

“Ketika kami mengajar, mereka (siswa) bertanya tentang tiga orang temannya yang belum ditemukan,” ungkap Aril.

Aril dan guru-guru lain sejenak terdiam, mereka mencoba menenangkan dan menghibur dengan bermain dan belajar bersama.

Aril yang jadi guru sejak 2017 itu, tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Matanya berkaca-kaca seakan tak percaya bencana hebat menimpa desanya.

Pria kelahiran 1995 itu berkisah, pada Jumat pagi dia bersama guru-guru lain dan puluhan siswa masih melangsungkan proses belajar-mengajar.

Aril Aritonang Guru SDN 173355 memberikan keterangannya di Kapal Belajar Alusi Tao Toba yang bersandar di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan , Selasa (5/12/2023). Abed Nego Saragih

Hari itu, tak ada tanda-tanda bencana, bahkan guru baru saja membagikan liturgi sebagai persiapan menjelang Natal.

Setelah bencana terjadi, sekolah itu telah rusak tertimbun lumpur, batu dan balok-balok kayu. Sebagian ruangan telah ambruk termasuk kantor guru.

Sebelum bencana, sekolah penggerak itu indah dengan taman-taman di halaman, kerajinan, serta hiasan dipajang di bangunan sekolah.

Kini bangunan sekolah itu tinggal kenangan semata. Sabtu (9/12/2023), sekolah akhirnya dibongkar oleh alat berat. Tak ada arsip dan berkas-berkas yang bisa diselamatkan. Bahkan rapor siswa ditemukan terbawa air bah sampai ke dermaga berjarak 200 meter dari sekolah.

Ariel menyadari, anak-anak didiknya merasa kehilangan teman dan aktivitas di sekolah. Mereka ingat, saban hari dia bersama anak-anak berjalan bersama menuju sekolah, belajar dan bermain. Namun kini aktivitas belajar-mengajar itu dipindahkan.

Bangunan SDN 173355 rusak berat di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan rusak berat, Selasa, (5/12/2023). Abed Nego Saragih

72 Siswa SDN 173355 Diungsikan

Sebanyak 72 siswa SDN 173355 tak dapat lagi belajar di bangunan sekolah. Solusinya, sementara waktu aktivitas belajar dilakukan di dua lokasi berbeda.

Guru lainnya, Sinta Lumban Gaol mengatakan lokasi pertama tempat belajar yakni Posko Pengungsian Kecamatan Baktiraja, dan kedua di Kapal Belajar Alusi Tao Toba yang bersandar di dermaga desa itu pasca bencana.

Selasa (5/12/2023), sejumlah relawan bersama guru-guru belajar dan bermain bersama puluhan anak di Kapal Belajar Alusi Tao Toba.

“Meletus balon hijau, dor, hatiku sangat kacau, balonku tinggal 4, kupegang erat-erat,” suara siswa bernyanyi.

Sejumlah relawan dan Guru SDN 173355 belajar dan bermain bersama anak-anak di atas Kapal Belajar Alusi Tao Toba, Selasa (5/12/2023). Abed Nego Saragih

Hari itu satu diantara mereka, Listra Simanullang terus mengayunkan pensil di atas lembaran buku gambar. Dia tak bersuara sama sekali selepas bernyanyi, bola matanya terus mengarah pada kertas itu.

Tangannya kemudian mengambil setumpuk pensil warna, hingga 1 jam kemudian gambar yang bercerita Desa Simagulampe itu dia selesaikan.

“Sedih,” suara listra lirih, setelah mendapat kabar sekolahnya rusak.

Listra dan teman-temannya mengaku hanya bisa menyaksikan lewat televisi kondisi sekolah dan bangunan lain tertimbun oleh lumpur dan batu.

Gambar Listra Simanullang kelas 2 SDN 173355. Belasan anak-anak belajar dan bermain bersama di atas Kapal Belajar Alusi Tao Toba, Selasa (5/12/2023). Abed Nego Saragih

Aril berharap pemerintah memberikan solusi terhadap sekolah SD itu, misal bangunan sekolah dapat dipindahkan ke lokasi lebih aman.

Bupati Sebut Ada Kejahatan Lingkungan yang Luar Biasa

Simamora, bapak 4 anak itu hanya bisa berdiri meratapi rumahnya yang tertimbun material longsor. Hanya batu dan lumpur tampak menumpuk mengisi rumahnya.

Tempat berlindungnya itu berada di titik paling parah. Namun beruntung rumahnya tidak ambruk dan masih ada barang yang bisa diselamatkan setelah bencana.

Kesedihan di wajahnya tak dapat dia sembunyikan. Sesekali pandangannya mengarah pada alat berat yang sedang bekerja mencari korban hilang.

Dia ingat betul, malam itu suara gemuruh terdengar kuat dari rumahnya. Dia sampai berulangkali ke luar rumah memastikan dari mana asal suara itu. Penuh kecemasan, sudah berlangsung 15 menit suara itu masih terdengar tak kalah kuat.

Awalnya dia mengira suara itu berasal dari truk pembawa alat berat, hingga akhirnya getaran kian terasa kuat.

“Longsor, longsor, longsor,” dia mencontohkan suara tetangganya berseru, Selasa (5/12/2023)

Teriakan itu mengentak kesadaran Simamora. Dia sigap berlari membawa anggota keluarganya menjauhi rumahnya. Sekitar pukul 21.30 suasana desa itu mencekam.

Dilaporkan, bencana yang menerpa desa di tepi Danau Toba itu menyebabkan 35 rumah rusak berat.

Hingga Sabtu (9/12/2023), masih dilakukan pencarian 10 korban hilang oleh gabungan kepolisian, TNI, BPBD, dan Basarnas.

Seminggu setelah bencana, tim gabungan masih berupaya mencari korban hilang. Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor dalam keterangannya pada Jumat, (8/12/2023) memperpanjang waktu pencarian selama 7 hari.

Dosmar dalam keterangan tertulis menilai, ada kejahatan lingkungan luar biasa yang menyebabkan musibah bencana tanah longsor di Desa Simagulampe.

Pembabatan kawasan hutan merusak resapan air di hulu sehingga menyebabkan banjir bandang di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Humbang Hasundutan. Dokumentasi KSPPM

Bupati menyebutkan, areal penebangan hutan itu terjadi di Desa Sitolubahal, Kecamatan Lintongnihuta berdasarkan hasil pengecekan yang dilakukannya pada, Selasa (5/12/2023).

Laporan investigasi Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) mengungkapkan, banjir bandang di Desa Simangulampe disebabkan deforestasi merusak resapan air di hulu.

Terdapat penebangan hutan secara masif di wilayah Parhomangan (Hulu Aek Sibuni-buni) dan sekitar 15,6 hektar hamparan tanaman monokultur eukaliptus baru dipanen.

Penyebab lain yakni tutupan hutan yang rusak dan vegetasi hutan yang hilang, serta tingginya intensitas hujan.

Pertolongan Pasca Bencana

Mata Tiomi Simorangkir berkaca-kaca, ia tampak mondar-mandir di atas material longsor. Tepat di lokasi dia berdiri adalah perladangan yang dipenuhi sayur-sayuran hijau siap panen sebelum akhirnya rata dengan tanah.

“Di sebelah sini aku tanam sayur-sayuran berumur 1 bulan, karenanya bisa penen terus. Mengandalkan dari sinilah kami untuk biaya sehari-hari,” kata Tiomi ketika ditemui melihat ladangnya, Selasa (5/12/2023).

Ibu satu anak itu mengaku tidak tahu makan apa besok dan seterusnya. Tanaman di ladangnya rata dengan tanah dan batu, bahkan kesempatan untuk menanam kembali terasa tak memungkinkan karena permukaan tanah telah tertimpa material longsor.

Tak hanya sayur-sayuran, 200 meter dari lokasi tersebut tepat di titik paling parah banjir bandang itu Tiomi juga menanam padi. Tanaman yang baru berumur dua bulan itu dia harapkan akan panen bulan 4 tahun depan. Namun kini lokasi tersebut telah rata dengan tanah dan batu-batu besar.

Tiomi Simorangkir memperlihatkan ladang sayur miliknya telah rata oleh material longsor di Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Jumat (5/12/2023). Abed Nego Saragih

Ibu satu anak itu merupakan warga Simangulampe yang bekerja sebagai petani. Rumah Tiomi berjarak 200 meter dari titik bencana, karenanya ia dan keluarga tak mengungsi, namun kini mata pencariannya sebagai petani terputus.

“Dari sininya makan kami, hidup kami. Sekarang mau gimana lagi,” kata Tiomi.

Tiomi berharap, pemerintah tidak tutup mata pada kelangsungan hidup Warga Simangulampe. Selain warga kehilangan rumah, tak sedikit pula warga yang kehilangan mata pencarian.

Reporter: Abed Nego Saragih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Hubungi Tim Samudera, agar segera meliput!
Halo sobat Samudera....