Ketika Jamban Memberi Kebahagiaan di Kecamatan Gunung Malela

Jamban milik Ngadiem berdiri di atas parit air berada di Pematang Gajing, Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun, Selasa, (26/09/2023) I Abed Nego Saragih

Senyum sumringah terlukis di bibir Ngadiem, perempuan berusia 54 tahun ini. Matanya berbinar ketika mengetahui akan dibangun jamban permanen di rumahnya.

Sudah 32 tahun dia bersama keluarga buang hajat di atas parit air yang ditutupi terpal bekas yang berada samping rumahnya di Pematang Gajing, Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Bagi Ngadiem bahagia itu sederhana, sesederhana buang hajat tanpa rasa cemas dilihat orang. Lemahnya ekonomi keluarga jadi alasan tak mampu membangun jamban yang layak sejak menikah tahun 1991 dengan suaminya Giak 59 tahun, hingga saat ini dikaruniai tiga anak dan empat cucu.

Di Kecamatan Gunung Malela, tepatnya di Nagori Silulu, Pematang Gajing, dan Dolok Malela, sebagian jamban warga berupa bilik kecil berbahan terpal. Otomatis, kotoran dari bilik itu akan hanyut bersama air atau mengering ketika tak ada air mengalir. Selain di atas parit, sungai juga digunakan untuk mandi dan buang air besar (BAB).

Seorang warga memperlihatkan aliran Sungai Bah Silulu, Selasa, (26/09/2023) I Abed Nego Saragih

Seperti warga lainnya, saban hari, Ngadiem dan keluarga mandi ke sungai Bah Silulu berjarak 300 meter dari rumahnya. Walaupun di hulu sungai terdapat toilet dengan pembuangan langsung ke aliran air, Ngadiem tak lagi mempersoalkan. Pekerjaan dia dan suami yang hanya serabutan cuma cukup untuk mengisi perut.

“Selama 32 tahun tidak dibangun karena belum ada biaya. Bisa makan saja syukur, gimana lagi mau membangun,” kata Ngadiem di rumahnya, Jumat, (22/09/2023).

Hal paling merepotkan bagi Ngadiem dan keluarga ketika kebelet BAB di malam hari, apalagi harus ke sungai karena parit kering.

Pernah suatu waktu dia terkejut lantaran melihat sosok bayang-bayang hitam melintas di depannya. Ia juga tak nyaman kala sering berjumpa ular atau lipan saat berjalan.

” Waktu itu pakai senter, pernah lihat bayang-bayang hitam sosoknya lewat, terkejut kali. Kalau malam memang seram, sudah sering terkejut jumpa ular dan lipan,” ujar Ngadiem merinding mengingatnya.

Selama 32 tahun tidak punya jamban layak memberikan banyak kenangan pahit baginya, terutama ketika hujan turun, kebelet, dan parit kering.

“Iya susah, bagaimana mau pola sehat kalau BAB di parit atau ke sungai,” kata dia.

Ngadiem sadar betul buang hajat di parit dan mandi di sungai tidak baik untuk kesehatan. Lantas dia hanya bisa berharap ada bantuan bikin jamban yang layak. Kata Ngadiem, beberapa tahun lalu pihak pemerintah sempat mengambil gambar area rumahnya, namun dokumentasi tinggal dokumentasi semata.

Donasi Bangun Jamban

Ngadiem tersenyum memperlihatkan jamban yang sudah selesai dibangun, Selasa, (26/09/2023) I Abed Nego Saragih

Bantuan dari pemerintah untuk bangun jamban tak lagi dia harapkan. Kini, keluarganya terpilih sebagai salah satu penerima bangunan jamban dari donasi yang digalang seorang masyarakat.

Pagi itu saat hendak ke Iadang dia terkejut. Seorang pria dari desa seberang menemuinya lantas mengatakan akan membangun jamban miliknya.

“Tiba-tiba Pak Togu datang, katanya mau membangun jamban untuk kami. Senang, bersyukur sekali,” ungkap Ngadiem.

Togu Simorangkir penggerak pembangunan jamban gratis di Kecamatan Gunung Malela saat ditemui di Nagori Silulu, Selasa, (19/09/2023) I Abed Nego Saragih

Togu yang dimaksud Ngadiem adalah pegiat literasi dan aktivitis lingkungan Togu Simorangkir.

Togu awalnya tak menyangka masih ada warga belum punya jamban layak di lingkungannya. Lantas dia kemudian menelusuri keberadaan keluarga tidak mampu di Nagori Pematang Gajing dan Silulu.

Sepengetahuan Togu, tidak ada masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Bah Silulu. Namun nyatanya masih banyak masyarakat memanfaatkan sungai untuk mandi bahkan BAB.

” Miris, tak menyangka masih ada tak punya jamban yang layak di kampung ini,” kata Togu saat ditemui di kediamannya di Nagori Silulu, Selasa, (19/9/2023).

Setelah menelusuri keadaan jamban yang selama ini dimanfaatkan masyarakat, akhirnya Togu mencoba mengumpulkan donasi lewat media sosial.

“Ada orang baik di Kecamatan Ujung Padang, Kabupaten Simalungun, kemudian Yayasan Cinta NKRI,” kata Togu.

Bapak empat anak itu percaya masih banyak orang baik yang mau membantu.

“Selalu ada orang di luar sana yang membantu gerakan kebaikan. Di bawah Togu Initiative kita menjembatani orang yang butuh bantuan dan yang bisa membantu,” ujar aktivis lingkungan yang pernah berjalan kaki dari Toba-Jakarta bertemu Presiden Jokowi meneriakkan isu lingkungan Danau Toba itu.

Sejak bulan Agustus 2023 Togu Initiative telah menjembatani dana sebanyak Rp 15.600.000 dari donatur. Uang itu telah digunakan membangun empat jamban yang terbagi di Nagori Silulu dan Pematang Gajing.

Potret jamban warga yang sudah selesai dibangun di Nagori Silulu, Selasa, (26/09/2023) I Abed Nego Saragih

Aksi Togu bangun jamban terus belanjut. Di awal bulan September 2023 telah terkumpul dana sebesar Rp. 20.000.000 untuk pembangunan lima jamban. Sampai hari ini pengerjaan tengah berlangsung.

Hingga akhir tahun 2023 nanti, Togu berkeinginan mengumpulkan dana untuk membangun setidaknya 20 jamban. Gotong royong lewat uluran tangan ini, kata dia, akan terus berlanjut kembali hingga tahun depan.

Budaya BAB Sembarangan

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase rumah tangga di Sumatera Utara (Sumut) yang memiliki akses terhadap sanitasi layak (jamban sehat) pada tahun 2022 sebesar 82,30 persen dari total penduduk Sumut 15.372.437 jiwa pada akhir tahun 2022.

Kepala Puskesmas Kecamatan Gunung Malela, Sri Dewi ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu, (20/10/2023) I Abed Nego Saragih

Kepala Puskesmas Kecamatan Gunung Malela, Sri Dwi membenarkan masih ada masyarakat yang BAB sembarangan. Hal itu terjadi lantaran tak tersedianya jamban yang layak hingga aktivitas tersebut telah menjadi budaya.

Meskipun masyarakat sudah punya jamban di rumah masing-masing, tidak sedikit yang masih BAB di sungai.

Sri bilang, mengubah pola pikir masyarakat perlu usaha dengan waktu yang tidak singkat.

“Nggak enak BAB di WC, nggak bisa keluar kalau nggak di sungai,” kata Sri menirukan pernyataan masyarakat, Rabu, (20/9/2023).

Jamban yang layak, kata Sri, adalah tidak menimbulkan pencemaran limbah domestik pada sumber air. Tidak mencemari tanah, dilengkapi dinding dan atap pelindung.

Hal ini bisa terwujud dengan membangun penampungan limbah berupa tangki septik yang sesuai kelayakan yang ada.

“Ya bahaya, kalau dibuang ke parit dan sungai masih ada yang menggunakan airnya untuk cuci piring, mandi, hingga masak,” kata Sri merespons masyarakat yang buang hajat di sungai.

Dia menyebut perilaku tersebut menimbulkan berbagai penyakit. Aktivitas masyarakat di sungai yang tercemar mengakibatkan penyakit kulit, mata, hingga diare apabila air sungai dikonsumsi.

Di UPTD Puskesmas Kecamatan Gunung Malela penyakit diare, kulit, dan alergi termasuk dalam 10 penyakit dengan kasus terbanyak. Hal itu menjadi catatan untuk meningkatkan pola hidup sehat dan bersih (PHBS).

Sepanjang bulan Januari hingga Agustus 2023, tercatat sebanyak 213 kasus penyakit diare dan 158 kasus penyakit kulit dan alergi yang melakukan pengobatan di puskesmas.

Sejak Sri memimpin Puskesmas Gunung Malela, dia beserta pegawai Puskesmas kecamatan rutin melakukan sosialisasi dan meyakinkan masyarakat untuk mencegah penyakit akibat buang air besar sembarangan.

Program perilaku hidup bersih dan sehat, sambung Sri, merupakan bagian dari promosi kesehatan. Hingga kini dengan adanya gotong royong bersama masyarakat jumlah yang sakit terus berkurang.

“Pola hidup bersih dan sehat rutin kita sosialisasikan. Secara personal di rumah-rumah, dalam perwiritan, atau perkumpulan yang kita sengaja untuk bertemu masyarakat,’ ujar Sri.

Pola Hidup Sehat

Kadis, 59 tahun, bersyukur bisa punya jamban yang layak di rumahnya. Bapak dua anak ini merupakan penerima ke-5 jamban gratis dari donasi yang dikumpulkan Togu.

Kadis, salah satu warga penerima bantuan jamban sedang menimba air dari sumur di belakang rumahnya, Selasa, (19/09/2023) I Abed Nego Saragih

Sejak lama pria yang sehari-hari bekerja ngomben padi ini mendambakan jamban yang layak. Dia sadar pola lebih sehat harus diterapkan. Namun dia hanya bisa berharap lantaran masalah ekonomi. Keinginan itu juga pupus karena pemerintah hanya memfoto rumahnya yang bikin Kadis kesal.

“Sudah 15 tahun kondisinya begini, nggak punya toilet. Taulah pekerjaan cuma ngomben,” kata Kadis, Senin, (25/9/2023).

Kadis kini senang, dia tak lagi mandi di sungai dan menimba air dari sumur yang kotor. Kini dia sudah punya mesin air dan bisa memperbaiki sumur. Kalau ada tamu, tak lagi perlu malu.

“Kondisi sebelum punya jamban nggak bagus buat kesehatan. Malu juga kalau ada tamu,” ujarnya.

Bagi Kadis, jamban barunya telah membuat hidup keluarganya lebih aman dan nyaman. Dia yakin dengan tidak mandi di sungai dan buang hajat di atas parit membuat pola hidup sehat.

“Senang sekali sudah punya jamban. Sudah nyaman, mudah-mudahan lebih sehat,” ucap Kadis tersenyum.

Reporter: Abed Nego Saragih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Hubungi Tim Samudera, agar segera meliput!
Halo sobat Samudera....