Raden Dwi Sartika, Sang Perintis Pendidikan Perempuan

Raden Dewi Sartika adalah pejuang pembebasan wanita, ia dikenal sebagai advokat dan perintis pendidikan, sama halnya dengan R.A Kartini.

Raden Dewi Sartika merupakan tokoh yang berasal dari Cicalengka Bandung, Jawa Barat. Dilansir dari Wikipedia, ia merupakan perintis pendidikan bagi kaum perempuan.

Sejak dini Dewi Sartika menunjukkan bakat sebagai pendidik dan keuletan untuk maju. Cita-cita Dewi Sartika dapat dilihat dalam esai berjudul De Inlandsche vroum (Perempuan Bumi Putera).

Ia berpendapat, bahwa pendidikan penting bagi anak untuk memperoleh kekuatan dan kesehatan, baik jasmani maupun rohani, yang dalam bahasa Sunda disebut cageur bageur (Budi, jasmani, perbuatan benar).

Ketika Dewi Sartika berusia 22 tahun, ia menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, ia menikah dengan seorang guru laki-laki, Dewi mampu mengembangkan sekolahnya. Bersama suaminya, ia berjuang untuk memajukan pendidikan wanita.

Pada masa itu, kedudukan perempuan pada masyarakat Sunda memiliki kemunduran yang disebabkan beberapa faktor. Sehingga, tradisi-tradisi mengekang perempuan.

Berawal dari sinilah ia memiliki tekad kuat untuk mendirikan sekolah perempuan.

Emansipasi perempuan ia tekankan diarahkan lebih kepada meningkatkan kerajasama dengan memberikan pemahaman dan kesadaran mengenai hak serta kewajiban masing-masing.

Ketika Dewi Sartika berusia 22 tahun, ia menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, ia menikah dengan seorang guru laki-laki, Dewi mampu mengembangkan sekolahnya. Bersama suaminya, ia berjuang untuk memajukan pendidikan wanita.

Dewi Sartika sangat gigih dalam memperjuangkan nasib dan harkat kaum perempuan, pada 1904 dia kemudianmendirikan sekolah istri atau sekolah untuk perempuan di Bandung. Pada 1910, sekolah istri berganti nama menjadi sekolah keutamaan istri.

Sekolah tersebut terus mendapat perhatian positif dari masyarakat yang dimana murid murid semakin bertambah banyak, hingga ruangan yang dipinjamkan sebelumnya juga tidak cukup untuk menampung murid-murid.

Enam tahun sejak didirikan, nama sekolah istri sedikit diperbaharui, bahkan bukan hanya perubahan pada nama saja, tapi mata pelajaran juga bertambah. Kemudian pada 1913, berdiri pula sebuah organisasi kautamaan istri di Tasikmalaya.

Dewi Sartika harus membanting tulang mencari dana untuk menutupi biaya operasional sekolah. semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya menjadi beban, tetapi berganti menjadi kepuasan batin karena telah berhasil mendidik kaumnya.

Salah satu yang menambah semangatnya adalah dorongan dari Raden Kanduruan Agah Suriawinata, suaminya yang telah banyak membantunya mewujudkan perjuangannya,baik tenaga maupun pemikiran.

Pada tahun 1947, akibat agresi militer Belanda, Dewi Sartika ikut mengungsi bersama-sama para pejuang yang terus melakukan perlawanan terhadap Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan.

Saat mengungsi inilah, tepatnya 11 September 1947, Dewi Sartika yang sudah lanjut usia wafat di cinean,Jawa barat. Setelah keadaan aman, makamnya dipindahkan ke Bandung.

Reporter: Soye R. Sinaga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Hubungi Tim Samudera, agar segera meliput!
Halo sobat Samudera....