Perhatian terhadap Pers Mahasiswa mulai diperlihatkan beberbagai pihak, beberapa pekan lalu dalam Coaching Clinik Pers Mahasiswa, Dewan Pers berkomitmen melindungi Pers mahasiswa bila terjerat kasus hukum.
Mengenang Kekerasan terhadap pers mahasiswa di Indonesia, hal ini masih saja terus berulang. Padahal, keberadaan organisasi tersebut dalam lingkungan kampus menjadi ruang bagi para mahasiswa untuk menyuarakan demokrasi serta aspirasi mereka.
Dalam catatan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) periode 2020/2021 terjadi 185 represi, dimana 48 kasus tersebut dilakukan pihak kampus.
Data tersebut menunjukkan, seringkali pers mahasisa tidak mendapatkan perlakuan baik dalam melaksanakan kerja-kerja organisasi.
Padahal, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) hadir di tengah masyarakat kampus guna memberitakan hal-hal yang terjadi di kampus, mulai dari hal yang baik sampai sisi gelap sebuah kampus, sesuai dengan fungsi pers.
Dalam catatan PPMI, berikut 3 kasus tindak kekerasan terhadap LPM yang ada di Indonesia yang muncul kepermukaan, tidak menutup kemungkinan akan munculnya korban-korban baru.
1. Penganiayaan Terhadap Anggota Pers Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.
Penganiayaan bermula dari buntut terbitnya Majalah lintas edisi Januari 2022 yang mengangkat tentang Perundungan Seksual yang dilakukan oleh 14 pelaku, diantaranya 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus.
Hal ini membuat terjadinya pro dan kontra dari pihak kampus yang beberapa pihak merasa keberatan khususnya para pelaku yang namanya dicantumkan dalam media lintas.
Dalam pernyataannya para pelaku menuduh bahwa berita kekerasan seksual di majalah itu tidaklah sesuai dengan fakta, dan menjelekkan nama baik kampus. Sehingga terjadi pemukulan yang dilakukan oleh ketua jurusan di IAIN ketika itu mendatangi sekretariat lintas.
2. Kasus Pembredelan Pers Mahasiswa POROS Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
Pembungkaman terhadap pers kembali terjadi ditataran pers mahasiswa. Lembaga Pers Mahasiswa Poros(LPM POROS) Universitas Ahmad Dahlan(UAD) dibredel dan terancam dibekukan oleh pihak kampus karena berita pendirian fakultas kedokteran yang dianggap menyudutkan kampus pada Tahun 2016 lalu.
Isi dari buletin tersebut adalah menjelaskan bahwa minimnya fasilitas dasar yang terdapat di UAD yang belum memadai serta pendirian FK UAD yang masih belum memenuhi kualifikasi dan perlu banyak pembenahan.
3. Muhammad Miftahul Kamal Annajib Jurnalis LPM Universitas Islam Negeri (UIN) Wali songo, Semarang Yang Ditangkap Aparat Kepolisian
Hal ini bermula ketika Muhammad Miftahul Kamal Annajib, jurnalis dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Missi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang sedang merekam aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang pecah.
Saat Ia tengah merekam, seorang polisi mendatangi Kamal dan merampas handphone nya. kemudian, jumlah polisi yang datangpun bertambah sekitar dua hingga tiga orang dari sisi belakang.
Kamal menghiraukan permintaan polisi. Kamal sadar bahwa ia hanyalah jurnalis mahasiswa yang meliput di lapangan.
Jurnalis mahasiswa lain yang ditangkap yakni Ahmad, nama samaran. Ia dari LPM Justisia, UIN Walisongo Semarang. Kala aksi pecah, Ahmad bersama salah satu rekannya hendak mengambil sepeda motor, tapi Ia dicegat oleh polisi berpakaian preman yang menanyakan identitas.
Dari kasus yang di alami oleh beberapa LPM menandakan masih lemahnya Undang-Undang yang mengatur tentang kebebasan pers mahasiswa dan kebebasan dalam memberikan pendapat yang semuanya sudah tertuang di dalam Undang-Undang.
Reporter: Viola Anastasya & Sri Sitepu