Pakar sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (FIB-USU), Prof. Pujiati, M.Soc.Sc.,Ph.D dan Dr. Suprayitno, M.Hum, mengingatkan pentingnya membangun karakter bangsa melalui pendidikan sejarah.
Dengan bercermin dari masa silam kita jadi tahu dimana letak kelemahan dan kekuatan sebuah bangsa, sehingga punya strategi yang tepat untuk membangun kemajuan sebuah peradaban.
Penegasan itu disampaikan keduanya saat Kuliah Umum di Aula Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Simalungun (FKIP-USI), Senin siang (13/3/2023).
Kegiatan yang dipandu pembawa acara, Dr. Easer Aren Manalu (Dosen FKIP USI) ini, dibuka Wakil Rektor III USI, Dra. Asnewastri, M.Pd.
Di hadapan seratusan mahasiswa, mantan Ketua Prodi Pendidikan Sejarah FKIP-USI ini mengharapkan, agar kerjasama FIB-USU dengan FKIP-USI, khususnya di bidang pengembangan Ilmu Sejarah dapat berkesinambungan.
“Selain itu, Kuliah Umum ini juga diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa tentang pentingnya sejarah terhadap pembangunan karakter bangsa, khususnya mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah,”katanya.
Pada kesempatan itu, Prof. Pujiati selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Sejarah USU berkesempatan mensosialisasikan Prodi S2 Ilmu Sejarah FIB-USU yang telah dibuka sejak tahun 2012.
Dalam materinya bertopik “Sejarah Pendidikan di Indonesia” Guru Besar FIB-USU bidang kebudayaan ini memaparkan secara kronologis perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia dari masa ke masa.Menurutnya, pendidikan sangat penting bagi siapa pun agar terbebas dari keterbelakangan maupun penjajahan.
“Indonesia ini terdiri dari 17.000 pulau dan pulau berpenghuni masih hanya 7.000 pulau. Artinya masih ada 10.000 pulau yang belum ditempati. Jangan sampai pulau-pulau tersebut dijajah kembali,”tandasnya.
Narasumber berikutnya, Dr. Suprayitno mengingatkan bahwa sejarah sangat penting untuk mencapai sebuah tujuan yang lebih baik di masa depan.
“Ibarat kalau kita naik mobil, butuh kaca spion. Kaca spion itu mengarah ke belakang yang mengingatkan kita agar berhati-hati dan bisa selamat sampai tujuan. Itulah analogi sebuah sejarah,”ujarnya.
Dalam pemaparan materinya bertopik “Sejarah dan Pembangunan Karakter Bangsa”, penulis sejumlah biografi tokoh-tokoh sejarah ini mengingatkan adanya tiga cara untuk menghancurkan sebuah negara.
Pertama, kaburkan sejarahnya; kedua hancurkan bukti-bukti sejarahnya; dan ketiga, putuskan hubungan dengan nenek moyang bangsanya sendiri.
“Oleh karena itu, mari kita jaga situs sejarah yang ada agar jangan sampai rusak apalagi hilang,”tegasnya.
Menurutnya, belajar sejarah dapat menjadikan kita sebagai orang yang harus bersabar. Hal ini dibuktikan, ketika seorang sejarawan mendapatkan sebuah isu. Dia harus membuat penelitian dengan penuh keseriusan.
“Seorang sejarawan itu juga harus berfikir multidimensi keilmuan dan bersabar dalam melakukan penelitian,”imbuhnya.
Pada bagian akhir dikatakan, bahwa “Jika kita tidak mengetahui apa yang terjadi sebelum kita lahir maka kita akan tetap menjadi anak kecil selamanya”.
Saat kesempatan diskusi yang dipandu Moderator, Jalatua H. Hasugian, S.Pd.,MA, tiga orang mahasiswa, Elsi Veronika Purba, Addini Nurul Zahara dan Charles Prasetia Duha berkesempatan mengajukan pertanyaan.
Mereka bertanya kepada kedua Narasumber tentang bagaimana bangsa ini membangun religiositas, hubungan sejarah dengan karakter bangsa serta terbentuknya negara Kesatuan Indonesia padahal sebelumnya adalah berbentuk kerajaan-kerajaan.
Tampak hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Sekolah Pascasarjana USI, Dr. Hisarma Saragih, M.Hum serta para dosen Prodi Pendidikan Sejarah USI lainnya.
Acara diakhiri dengan pemberian cindera mata dari Ketua Prodi S2 Ilmu Sejarah FIB USU, Prof. Pujiati kepada Ketua Prodi Pendidikan Sejarah FKIP-USI yang diwakili Akhmad Fakhri Hutauruk M.Pd serta sesi foto bersama dengan peserta kuliah umum.
Reporter: AzuraP.